JAKARTA, BANGSAONLINE.com - KHA Hasyim Muzadi, pengasuh dua Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat mengapresiasi langkah Muhammadiyah yang mengawal autopsi Siyono, korban tewas saat ditangkap Densus 88.
”Saya hormat kepada perjuangan Muhammadiyah yang mengawal dan meminta otopsi Siyono. Berkali-kali saya minta kepada yang berwenang dalam menangani terorisme agar bertindak Indonesiawi,” tegas Kiai Hasyim Muzadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima bangsaonline.com, Senin pagi (4/4/2016).
Baca Juga: Jadi Narasumber Kongres Pendidikan NU, Khofifah Tekankan Pentingnya STEM dan Gizi pada Generasi Emas
Menurut mantan ketua umum PBNU dua periode itu, perjuangan Muhammadiyah ini sulit ditemukan pada PBNU sekarang.
”Perjuangan Muhammadiyah ini bisa diebut mewakili umat Islam dan rasa keadilan Indonesiawi, sesuatu yang sudah sulit diharapkan dari PBNU (yang sekarang) karena lilitan liberalisasi dan parpolisasi,” kata Kiai Hasyim Muzadi yang dalam pernyataan persnya kali ini mengaku sebagai anggota NU biasa.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini minta aparat yang berwenang agar pola pemberantasan terorisme di Indonesia semata demi kepentingan keselamatan Indonesia, bukan kepentingan negara lain.
Baca Juga: Matangkan Persiapan Kongres XVIII Muslimat NU, Khofifah Silaturahmi ke Ketum PBNU
“Jangan menggunakan pola Americani atau westernisasi dalam pemberantasan terorisme di Indonesia,” tegasnya.
Karena perang terhadap terorisme yang dilakukan negara Barat, menurut dia, sejatinya bukan semata kepentingan bangsa, tapi punya kepentingan lebih luas dan konprehensif. ”Maka dalam hal ini Muhammadiyah perlu diapresiasi agar tetap ada unsur keadilan dalam masalah Siyono dan itu memang perlu autopsi guna mengukur apakah ada over acting dari Densus 88 atau tidak,” katanya.
Sementara Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahmil Anzar Simanjuntak dalam rilisnya menyatakan bahwa proses autopsi Siyono berjalan lancar.
Baca Juga: Di Pertemuan Strategis dengan Muhammadiyah, Menteri ATR/BPN Bahas Legalisasi Aset dan Pemanfaatannya
Menurut dia, proses otopsi berlangsung 3,5 jam yang dilakukan oleh 9 dokter ahli forensik Muhammadiyah plus 1 dokter forensik yang didatangkan Polri.
”Otopsi berlangsung lancar dengan dukungan penuh Kokam Pemuda Muhammadiyah bersama warga sekitar yang sebelumnya diklaim oleh Kepala Desa menolak. Faktanya justru warga yang menyediakan beberapa kebutuhan Kokam Pemuda Muhammadiyah dan tim forensik,” katanya.
Ia mengucapkan terimakasih kepada semua pihak. ”Semoga dakwah ini bisa menyampaikan pesan bahwa dakwah adalah merangkul, bukan menendang,” katanya.
Baca Juga: Tegaskan Tetap Banom NU, Pengurus Cabang Jatman Tuban Dukung Penuh Kongres XIII Pusat di Boyolali
”Meski Bu Suratmi bukan warga Muhammadiyah tapi kami diajarkan selalu membela mereka yang tertindas. Maka tak peduli apapun agamanya, apapun latarbelakangnya, Muhammadiyah wajib membantu ,” tambahnya.
Menurut dia, ada dua temuan penting sementara dokter forensik Muhammdiyah dari autopsi yang disampaikan Ketua Tim, Dokter Gatot Suharto kepada media.
Pertama, diduga jenazah Siyono belum pernah dilakukan autopsi oleh siapapun.
Baca Juga: Ketua PWM Jatim Apresiasi Pelaksanaan Pilkada 2024
Kedua, ditemukan luka di beberapa bagian tubuh akibat benturan keras alat tumpul.
Seperti diberitakan, sembilan dokter forensik yang ditunjuk Pengurus Pusat Muhammadiyah dan seorang dokter dari Polda Jawa Tengah melakukan proses autopsi terhadap jenazah Siyono di tempat pemakaman umum Desa Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah.
Autopsi yang sempat diklaim ditolak oleh warga setempat itu dilakukan dengan penjagaan ratusan anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Jawa Tengah. Perwakilan dari Komnas HAM juga hadir untuk pemantauan autopsi.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
"Total ada 10 dokter, satu dari perwakilan Polda Jawa Tengah. Nanti kita lihat hasilnya, mungkin setelah 10 hari proses uji lab, sudah tahu hasilnya. Mereka prorfesional dan ahli di bidangnya," kata Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas kepada wartawan, Minggu (3/4/2016).
Otopsi dipimpin oleh dr Gatot Suharto dari Majelis Pembina Kesehatan Umum dan Pelayanan Sosial DPW Muhammadiyah Jawa Tengah dan dosen Universitas Diponegoro, Semarang.
Terkait adanya penolakan dari warga terhadap otopsi tersebut, Hafid menegaskan bahwa proses otopsi merupakan bukti Indonesia adalah negara demokrasi. (tim)
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News